Welcome to my blog, hope usefull for you
RSS

Senin, 24 November 2014

Istri menyukai suami yang ...

Terkadang kita ingin tahu juga, apa yang membuat istri kita senang dalam kehidupan berumah-tangga. Berikut ini adalah satu versi rangkaian sikap dan sifat yang disukai seorang istri dari suaminya:

1. Penuh Pengertian

Seorang istri senang diperhatikan dan didengarkan. Ia senang suaminya memahami dan mengerti dirinya. Dalam suka dan dukanya. Dalam ceria dan sedihnya. Ia senang suami mengetahui perasaannya. Ia misalnya senang diberitahu pakaiannya yang mana yang paling disukai suaminya. Atau masakannya yang mana yang paling lezat bagi suaminya. Karenanya obrolan-obrolan ringan dan lembut amat dinanti-nanti seorang istri. Setiap kata yang keluar dari lidah dan bibirnya adalah pesan cinta yang ingin ia sampaikan. Dan ia ingin tahu bagaimana suaminya menanggapi pesan cintanya itu.Tangisan seorang istri itu memiliki sekian banyak makna, bisa karena sedih, bisa karena marah, bisa karena terharu dan bahagia. Ia senang jika suaminya bersabar untuk mengenal setiap jenis air mata yang metetes dari matanya.Pengertian ini menjadi inti dan landasan segala sikap menyenangkan yang mungkin dilakukan seorang suami terhadap istrinya.

2. Setia
Kesetiaan adalah syarat utama cinta sejati. Seorang istri ingin cinta suami itu hanya untuknya. Karenanya kecemburuan adalah bagian dari cinta. Sapaan sayang di tengah kesibukan, walaupun hanya satu dua menit kata-kata yang disampaikan lewat telepon, walaupun hanya satu dua kalimat SMS, akan menjadi pengokoh kepercayaan. Hadiah yang diberikan: martabak kesukaannya, seikat bunga, atau sebuah jam tangan yang manis akan menguatkan cinta. Dan mengingat hari ulang tahun serta hari pernikahan akan menjadi bukti kesetiaan suami yang disukai seorang istri.Tapi seorang istri yang baik akan mengatakan, "Jangan karena takut kepadaku, kakanda bersikap setia. Karena Allah Maha Melihat. Itu yang mesti menjadi landasan kesetiaan."

3. Sabar dan Pemaaf
Seorang istri akan amat bersyukur jika suaminya mau menerima dirinya apa adanya. Suaminya mampu memaafkan dan bersabar atas kekurangan yang ada pada dirinya. Ia butuh waktu untuk membina dirinya. Ia bahkan butuh waktu untuk memahami dirinya sendiri, ketika satu ketika ia tidak menjadi dirinya sendiri.Seorang istri perlu mendapatkan nasihat, akan tetapi itu dilakukan dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.

Ini seperti pesan Ilahi: "Kemudian keadaan orang beriman itu adalah saling menasihati dalam kesabaran dan dalam kasih sayang." (QS. al-Balad); "Dan jika kalian memaafkan, tidak memarahi, dan mengampuni mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang." (QS. at-Taghabun)

4. Teguh Hati dan Bersemangat
Seorang istri senang melihat suaminya senantiasa berteguh hati dan bersemangat dalam menyelesaikan berbagai tugas dan amanah. Ia senang suaminya dapat senantiasa prima menunaikan tugas-tugas di luar rumah dan sekaligus membantu menyelesaikan permasalahan di rumah. Karenanya seorang istri senang melihat suaminya akrab bercengkrama, bermain dengan anak-anaknya. Dan saat suami sesekali memasak untuk keluarga, ada sentuhan hangat menyentuh relung jiwa seorang istri.Bagaimana jika suaminya berada dalam kondisi bete atau kehilangan semangat? Seorang istri akan menerima keadaan ini asalkan ia melihat suaminya berusaha keras untuk melepaskan diri dari keadaan lemah ini. Ia bahkan akan memberikan bantuan dan doa terbaik bagi suaminya.

5. Romantis
Seorang istri senang jika suaminya mampu memperlihatkan dan mengekspresikan cinta dan kasih sayang. Ia senang mendapati suaminya membangun suasana kondusif kasih sayang di rumah. Ia senang jika suaminya romantis.Diantara ungkapan cinta suami-istri adalah dalam hubungan intim. Seorang istri senang jika suaminya memberikan kesenangan dan kepuasan pada salah satu kebutuhan cinta ini. Ia akan terbuka menyampaikan apa yang ia sukai, ketika suaminya mampu membuka percakapan dalam masalah ini secara tepat dan penuh kelembutan (tenderly).

6. Rapi dan Wangi
Seorang istri suka suaminya rapi. Rapi menata rambut dan rapi berpakaian, bahkan dalam suasana santai. Kerapian yang disukai adalah kerapian yang alami dan melekat dalam kehidupan suami.Sikap suami yang kooperatif dalam menjaga kerapian rumah juga disukai seorang istri. Karenanya ketika seorang suami berinisiatif menyapu ruang tengah, membersihkan kompor di dapur, atau membersihkan kamar tidur dengan membongkar tempat tidur secara rutin ... pada semuanya ada apresiasi dari seorang istri.Rapi, bersih dan wangi pada seorang suami membuat istrinya senang. Seorang suami bisa meminta istrinya memilihkan minyak wangi baginya. Ia akan terbantu menyempurnakan penampilan bagi istrinya.

7. Ceria dan Ramah
Senyum ceria dan keramahan amat dihajatkan seorang istri. Senyum dan keramahan itu laksana angin sejuk di tengah berbagai kelelahan dirinya. Berbagai kesibukan membuat jiwanya lelah. Interaksi dengan anak-anak di rumah itu bukan pekerjaan ringan. Segenap potensi kejiwaan dan pikiran mesti ia curahkan. Kelelahan fisik pun tidak ringan. Perhatikanlah, ia mesti terus memperhatikan anaknya yang terus bergerak kesana kemari, bereksplorasi ketika mulai bisa merangkak. Dan saat si anak lelah tertidur, ia mesti bersiap-siap memasak dan merapikan rumah bagi suaminya yang sebentar lagi pulang ...Senyum dan sapaan sayang suami akan menjadi hiburan jiwa bagi sang istri. Sikap humoris juga amat membantu seorang istri untuk selalu menjaga suasana riang hatinya. Ini semua akan membantunya untuk terus bersabar dan ikhlas dalam menunaikan tugas-tugasnya.

8. Menjadi Pemimpin yang Melindungi
Istri membutuhkan perlindungan yang membuatnya senantiasa merasa tentram. Karenanya ia menyukai sifat kepemimpinan pada suaminya. Kepemimpinan yang ia harapkan adalah yang senantiasa menentramkan jiwanya, mengokohkan ruhaninya, memberikan pencerahan demi pencerahan pada akalnya dan membantu menjaga kebugaran dan kesehatan tubuhnya.

Kepemimpinan yang ia sukai adalah yang memadukan ketegasan dan kelembutan. Yang menebarkan cinta, bukan membuat takut. Yang mengedepankan kemauan baik, bukan senantiasa menggunakan otoritas (misalnya dengan selalu menggunakan kalimat "suami kan pemimpin rumah tangga, jadi mesti taat donk"). Yang betul-betul menjadi pemimpin, bukan menjadi boss.

Pesan Cinta Rasulullah SAW kepada Mu’aadh ibn Jabal

Mu’aadh ibn Jabal Radhiallaahu Anhu berkata bahwa ketika Rasulullah Sallallaahu Alaihi Wasallam mengirimnya sebagai gubernur di Yaman telah bersabda, “Berhati-hatilah dari hidup dalam kesenangan dan bermewah mewahan, bagi seorang lelaki sholeh yang dekat kepada Allah janganlah hidup dalam kesenangan dan kemewahan” (Fadhilah Sedekah : 527)

Ketika mengirim Mu’aadh ibn Jabal Radhiallaahu Anhu ke Yaman sebagai gubernur, Rasulullah Sallallaahu Alaihi Wasallam menasihatinya untuk memerintahkan masyarakat mengerjakan Sholat dan membayar Zakat dan kemudian bersabda, “Apabila mereka membayar zakat, hindari mengambil apa yang terbaik dari milik mereka dan lindungilah dirimu dari kejahatan orang yang ditindas (dizhalimi), tidak ada penghalang (hijab) antara Allah Ta’ala terhadap do’a orang yang dizhalimi (Fadhilah Sedekah : 298)Ketika Rasulullah Sallallaahu Alaihi Wasallam mengutusnya ke Yaman, ia telah keluar bersamanya memberi nasihat, Mu’aadh Radhiallaahu Anhu menunggang kendaraannya dan Rasulullah Sallallaahu Alaihi Wasallam berjalan disebelah hewan tunggangannya. Kemudian setelah Beliau selesai memberikan nasihatnya, Beliau bersabda, “Mungkin, Mu’aadh, engkau tidak akan menjumpai aku setelah tahun ini, tapi mungkin, engkau akan melalui masjidku ini dan kuburku.” Mu’adh menahan tekanan perasaan kesedihannya akan kepergian Rasulullah Sallallaahu Alaihi Wasallam. Rasulullah Sallallaahu Alaihi Wasallam kemudian berpaling ke arah Madinah dan kemudian bersabda, “Yang paling hampir kepadaku adalah mereka yang sholeh siapapun mereka dan dimanapun mereka berada.” (Mishkaat)

Rasulullah Sallallaahu Alaihi Wasallam telah bersabda kepada Mu’aadh ketika dia dikirim ke Yaman, “Engkau akan pergi kepada orang-orang ahli kitab. Jadi, apabila engkau sampai di sana, ajak mereka untuk meyakini bahwa tiada sesuatu pun yang berhak di sembah kecuali Allah, dan Muhammad (Sallallaahu Alaihi Wasallam) adalah utusan-Nya. Dan apabila mereka mengikuti kamu, katakanlah bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka sholat lima waktu setiap hari siang dan malam, Dan apabila mereka mengikuti kamu katakanlah bahwa Allah mewajibkan kepada mereka untuk membayar Zakat yang akan diambil dari mereka yang kaya diantara mereka dan diberikan kepada yang miskin diantara mereka. Apabila mereka mengikutimu dalam hal itu , kemudian hindarilah dari mengambil apa yang tebaik dari milik mereka, dan takutlah terhadap dakwaan orang yang tertindas karena tidak ada hijab antara permohonannya dan Allah.”

Rasulullah (Sallallaahu Alaihi Wasallam) telah mengirim Abu Musa and Mu’adh ibn Jabal (Radhiallaahu Anhuma) ke Yaman. Beliau telah mengirim keduanya untuk mengontrol satu profinsi yang mana Yaman terdiri dari dua profinsi. Rasulullah Sallallaahu Alaihi Wasallam telah bersabda kepada mereka, “Mudahkan keperluan masyarakat dan jangan menjadikannya susah bagi mereka (lemah lembutlah kalian berdua terhadap masyarakat dan janganlah keras kepada mereka). Berikan kepada masyarakat penerimaan yang baik dan jangan menolak mereka”. Maka mereka pergi membawa tugas mereka masing-masing. Ketika salah satu dari mereka mengelilingi wilayah profinsi mereka dan telah berlaku berhampiran dengan daerah batas profinsi sahabatnya, ia akan mengunjungi dan menyambutnya. Suatu hari Mu’adh telah melakukan satu perjalanan berhampiran dengan (batas profinsi) sahabatnya, Abu Musa. Mu’adh telah datang menunggang hewan tunggangannya sehingga dia sampai ke dekat Abu Musa dan telah melihatnya sedang duduk, dan orang-orang berkumpul mengelilinginya. Lihatlah! Ada seorang lelaki yang telah diikat dengan tangan dibelakang lehernya. Mu’adh telah berkata kepada Abu Musa, “Wahai Abdullah ibn Qays! Apakah ini?” Abu Musa menjawab. “Lelaki ini telah kembali kafir setelah memeluk Islam”. Mu’adh berkata, “Saya tidak akan turun sehinggalah dia dibunuh”. Abu Musa menjawab, “Dia telah pun dibawa ke sini untuk tujuan tersebut, turunlah”. Mu’adh berkata, “Saya tidak akan turun sehingga dia dibunuh”. Maka Abu Musa memerintahkan untuk membunuh lelaki itu, dan lelaki itu lalu dibunuh. Kemudian Mu’adh turun dari kendaraannya dan telah berkata, “Wahai Abdullah (ibn Qays)! Bagaimanakah engkau membaca Al-Qur’an?” Abu Musa berkata, “Saya membaca Al_Qur’an secara tetap dalam waktu tertentu sebagan demi sebagian”. Bagaimana pula engkau membacanya, Mu’adh?” Mu’adh berkata, “Saya tidur dibagian pertama malam dan kemudian bangun setelah tertidur untuk jangka waktu yang ianya telah menghabiskan untuk tidurku dan kemudian saya membaca (Al-Qur’an) sebanyak mana Allah telah menuliskannya untukku. Sehingga aku mengharap ganjaran dari Allah untuk tidurku sebaik ibadahku (di malam hari)”.

Beberapa orang sahabat Mu’adh ibn Jabal telah berkata, “Ketika Rasulullah Sallallaahu Alaihi Wasallam merencanakan untuk mengirim Mu’adh ibn Jabal ke Yaman, Beliau telah bertanya, “Bagaimana engkau akan mengadili satu perkara ketika terjadi satu keadaan yang critical muncul?”. Dia menjawab, “Saya akan mengadili sesuai dengan Kitabullah”. Beliau (SAW) bertanya, “(Apa yang akan engkau lakukan) apabila ianya tidak engkau temui dalam Kitabullah?”. Dia menjawab, (Saya akan bertindak) sesuai dengan Sunnah Rasulullah Sallallaahu Alaihi Wasallam”. Beliau bertanya lagi, “(Apa yang akan engkau lakukan) jika ianya tidak ada satu petunjuk di dalam Sunnah Rasulullah Sallallaahu Alayhi Wasallam dan di dalam Kitabullah?”. Dia menjawab, ” Saya akan melakukan yang terbaik untuk membuat satu keputusan dan saya tidak akan menambahkan usaha. Rasulullah Sallallaahu Alaihi Wasallam memeluknya seraya berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menolong utusannya untuk menemukan sesuatu yang menyukakan hati utusan Allah. (Abu Dawud)

Ketika Rasulullah Sallallaahu Alayhi Wasallam mengirim nya (Mu’adh) ke Yaman Beliau SAW, berkata, “Berhati-hatilah dari kehidupan yang bermewah-mewahan bagi seorang hamba Allah tidak boleh hidup bermewah-mewahan.” (Mishkaat)

Selamat Membaca dan semoga kita bisa mengambil hikmah dari pesan2 penuh cinta di atas.

Pesan kasih orang tua kepada anaknya

Aku tapaki jalan ini penuh pinta, anakku. Kesenangan adalah impian yang kusimpan untuk kuminta pada Tuhan ketika tubuh ini sudah menjadi tulang belulang, sebab dunia terlalu pahit untuk diperebutkan. Tak ada yang abadi dari permainan dunia, sebagaimana hidup ini juga tidak abadi. Banyak sudah manusia yang mati. Dan kita hanya menunggu kematian dipergilirkan. Mengenangkan orang-orang tercinta, anakku, adalah rasa hina karena tak sanggup membalaskan kebaikan-kebaikan mereka semua. Betapa mudah hati lupa oleh kenikmatan yang tak seberapa ini. Lupa asal-usul, lupa tempat kembali sesudah mati, dan lupa pada tujuan penciptaan ini. Maka aku pesankan, anakku, arahkanlah pandangan mata hatimu kepada hidup sesudah mati. Dan bahwa sesungguhnya kehidupan ini hanyalah saat untuk bersiap-siap…

Aku tapaki jalan ini penuh air mata, anakku. Aku pernah sakit berbulan-bulan dengan jantung yang sedikit bermasalah. Aku akhirnya bisa bangkit ketika aku belajar melupakan rasa sakit dan tidak sibuk meratap dengan apa yang dikatakan oleh dokter tentang harapan sehat bagi diriku. Kudidik diriku untuk tidak diam terpaku menanti waktu habis di pembaringan. Aku akhirnya bisa duduk dengan tegak tanpa penyakit jantung yang membuat nafas bapakmu megap-megap, ketika bapakmu belajar untuk memberi manfaat bagi manusia. Sesungguhnya keindahan hidup sebagai orang yang beriman kepada-Nya adalah ketika kita bisa memberi manfaat, atau ketika belum sanggup kita mengambil manfaat dari sesama.

Aku namakan dirimu Muhammad Hibatillah Hasanin karena ingin sekali bapakmu ini menjadikan dirimu sebagai hamba-Nya yang memberi manfaat kebaikan sangat besar bagi ummat. Tidaklah aku namakan dirimu dengan main-main. Ada doa yang kuharap dengan sungguh-sungguh melalui nama yang kuberikan itu, anakku. Ada harapan yang kutanam dengan membaguskan namamu, sebagaimana Nabi Saw pernah berpesan kepada kita. Mudah-mudahan dengan membaguskan namamu, Allah ‘Azza wa Jalla meninggikan derajatmu di antara manusia yang ada di muka bumi ini.

Nama itu aku berikan kepadamu, Nak karena engkau adalah anugerah yang amat berharga dari Allah ‘Azza wa Jalla. Engkau lahir di bulan Maret tanggal 18, ketika bapakmu sedang belajar mendakwahkan agama ini dengan ilmu yang tak seberapa. Malam ketika bapak tiba di penginapan, ibumu memberi kabar masuk rumah sakit untuk bersalin. Ingin rasanya bapakmu segera pulang agar bisa menunggui persalinan itu. Tetapi ada tugas yang harus dituntaskan. Gelisah rasanya bapakmu untuk segera kembali karena tahu bahwa di saat-saat seperti ini, tentu ibumu sangat butuh pertolongan. Tetapi andaikan pun bapakmu segera bergegas pulang, perjalanan terlalu jauh untuk bisa ditempuh dengan waktu singkat.

Maka, kemanakah bapakmu harus berlari kalau bukan kepada Allah? Kemanakah harus meminta pertolongan kalau bukan kepada Allah? Kemanakah harus meminta keselamatan kalau bukan kepada Allah? Kemanakah harus mengeluh di saat manusia sudah terlelap tidur, kalau bukan kepada Allah? Bukankah kalau kita mendekat kepada-Nya dengan berjalan, Ia akan menyambut kita dengan berlari? Bukankah kalau kita berjalan kepada-Nya selangkah, Ia akan mendekati kita beberapa langkah?

Di saat bapakmu sedang dalam kegelisahan, ada kabar yang datang dari ibumu bahwa bayi yang akan dilahirkannya sungsang. Petugas mengatakan, kemungkinan baru bisa bersalin siang hari dan kemungkinan besar harus melalui operasi. Padahal waktu itu baru melewati tengah malam. Sangat panjang waktu yang harus dilalui untuk sampai ke siang hari, andaikata perkiraan itu benar.

Maka aku bersihkan diri dan bersuci. Aku serahkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sendirian di malam itu aku bermunajat kepada Allah, menyungkurkan kening yang hina ini untuk berdoa kepada-Nya. Di sujud yang terakhir, kumohon dengan sangat agar Ia berkenan memberi keajaiban—ah, rasanya bapakmu belum santun dalam berdoa. Kumohon dengan sangat agar Ia memberi pertolongan.

Dan engkau tahu, anakku, Allah Ta’ala adalah sebaik-baik tempat meminta dan sebaik-baik pemberi. Ia lebih dekat daripada urat leher kita sendiri. Sesungguhnya, Tuhanmu Maha Pemurah. Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman, “Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.s. al-‘Alaq [96]: 1-5).

Seusai shalat dua raka’at dan memanjatkan doa, anakku, segera bapakmu ini mencari kabar tentang dirimu. Kutelepon ibumu dengan harap-harap cemas. Nyaris tak percaya, anakku, Allah Ta’ala benar-benar memberi keajaiban. Seorang sahabat bapak, Mohammad Rozi namanya, yang istrinya menunggui ibumu bersalin, mengabarkan bahwa engkau telah lahir dengan mudah dan lancar. Kelahiranmu, rasanya, anugerah yang tak ternilai harganya. Banyak pelajaran yang bapak renungkan dari peristiwa itu dan ingin kubagi denganmu beserta saudara-saudaramu. Rasanya, setiap kelahiran dari kalian adalah pelajaran berharga tentang kekuasaan, kasih sayang dan kemaha pemurahan Allah. Sesungguhnya, Allah adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Sesungguhnya Ia adalah sebaik-baik tempat meminta. Sesungguhnya Ia adalah sebaik-baik penjaga.

Teringat aku pada sebuah ungkapan, “Sometimes accident is not accident at all.” Kadangkala kecelakaan itu sama sekali bukan kecelakaan. Kesulitan itu sama sekali bukan kesulitan. Kata Umar bin Khaththab r.a., “Aku tidak peduli atas keadaan susah dan senangku, karena aku tidak tahu manakah di antara keduanya itu yang lebih baik bagiku.”

Keajaiban yang mengiringi kelahiranmu, mengingatkan bapak agar meyakini janji Allah tanpa ragu. Telah berfirman Allah Ta’ala dalam al-Qur`an, “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, pasti Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Q.s. Muhammad [47]: 7).

Apakah Allah butuh pertolongan? Tidak. Sama sekali tidak, Nak. Maha Suci Allah dari membutuhkan pertolongan. Tetapi seruan Allah Ta’ala ini bermakna agar engkau mengingati tugas yang dipikulkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla kepada kita semua..Sesungguhnya tidaklah jin dan manusia diciptakan kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah. Tugas kita sebagai khalifatullah di muka bumi ini, anakku, juga di atas pijakan pengabdian kepada-Nya. Karenanya, makmurkanlah bumi ini sehingga engkau menjadi hadiah Allah bagi ummat dengan menghidupkan tauhid di dalam dadamu dan langkah-langkahmu. Mudah-mudahan dengan demikian, kesucian agama ini memancar dari setiap langkah yang engkau kerjakan.

Aku tulis pesan ini dengan sesungguh hati, Anakku. Meski jiwa bapakmu masih rapuh dan iman ini masih sangat menyedihkan, tetapi sembari memohon pertolongan kepada Allah Yang Menciptakan, izinkan bapakmu berpesan. Ingatlah, wahai Anakku, jangan pernah engkau lepaskan Allah Ta’ala dari hatimu. Genggamlah kesucian tauhid dalam akidahmu sekuat-kuatnya. Cengkeramlah dengan gigi gerahammu sehingga menjiwai setiap kata dan tindakanmu.

Belajarlah mencintai Tuhanmu menurut cara yang dikehendaki oleh-Nya. Betapa banyak orang yang melakukan perjalanan menuju Allah (suluk), tetapi mereka melalui jalan yang tidak disukai-Nya. Mereka mencipta sendiri jalan yang akan dilewati. Mereka mengira sedang memuja Allah, padahal sesungguhnya sedang mencari keasyikan diri untuk menemukan saat-saat yang “memabokkan” (isyiq). Melalui cara ini, kepenatan jiwa memang pergi, Anakku. Tetapi bukan itu yang harus engkau lalui. Bukan itu jalan yang akan membawamu pada ketenangan dan kedamaian. Ia hanya membuatmu lupa sejenak dengan beban-beban duniamu. Sesudahnya, engkau akan segera kembali dalam kepenatan yang melelahkan. Karenanya, ada yang kemudian benar-benar bukan saja lupa pada beban dunianya untuk sementara, tetapi bahkan sampai lupa tanggung jawab dan lupa pada diri sendiri.

Sesungguhnya, ketenangan dan kedamaian jiwa yang sebenar-benarnya ada bersama dengan kebenaran. Sesungguhnya ketenangan itu karena engkau menghadapkan wajahmu kepada Allah untuk mencari ridha-Nya. Engkau kembali dan senantiasa berusaha kembali kepada-Nya, atas setiap khilaf yang terjadi setiap hari, kerna manusia memang tempat salah dan lupa. Semoga dengan demikian kita termasuk orang-orang yang diseru oleh Allah ‘Azza wa Jalla dengan seruan, “Wahai Jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku,dan masuklah ke dalam surga-Ku.”

Artinya, bukan ketenangan itu yang menjadi tujuan dari zikir-zikir panjangmu, Anakku. Tetapi ketenangan itu muncul sebagai akibat dari kokohnya keyakinanmu pada Tuhanmu. Sungguh, jangan jadikan agama ini sebagai candu sehingga hatimu jadi beku. Tetapi berjalanlah di atasnya sesuai dengan tuntunan wahyu. Bukan ra’yu. Semoga dengan demikian jiwamu akan terang, hatimu akan tenang dan di akhirat nanti engkau akan meraih kemenangan. Semoga pula kelak engkau akan aku banggakan di hadapan Tuhanmu.

Aku ingin pesankan satu lagi, Anakku. Atas apa-apa yang Allah Ta’ala tidak menjaminkannya bagimu, mintalah kepada-Nya dan berusahalah untuk meraihnya. Iman dan kemenangan di Hari Akhir, termasuk di antaranya. Atas apa-apa yang Allah Ta’ala telah jaminkan bagimu dan bagi seluruh makhluknya, ketahuilah kunci-kuncinya. Rezeki termasuk di dalamnya.

Gunakanlah rezeki yang dikaruniakan Allah kepadamu untuk meraih akhirat dan menjaga iman. Jangan mengorbankan akhirat untuk dunia yang cuma segenggam. Dan apabila engkau mampu, kejarlah akhirat dan sekaligus membuka pintu-pintu dunia. Gunakanlah dunia untuk “membeli”akhirat.

Wallahua’lam bishawab. Sesungguhnya, tak ada ilmu pada bapakmu ini kecuali sangat sedikit saja.

Jumat, 09 Mei 2014

Katakan kepada Cinta :-)

Yaa Allah…sampaikan satu kata pada cinta
Bahwa aku punya rasa.. bernama cinta
Maka sampaikan pada dia.. aku menanti cinta
Datang pada episode rasa
Hanya saja.. dia perlu tau satu harta….
Ialah..CINTA
yang menyebabkannya jatuh cinta
yang memberinya rasa cinta.
yang mengukirkan cinta di sekeliling hidupnya
Yaitu Kau, Sang Maha Cinta
dulu.. hari ini.. dan di masa nanti

Katakan pula pada cinta
Untuk tetap memelihara diri
Menjaga hati
Bertutur suci dan lurus gerak diri
Agar kami temu.. dalam cinta yang sebenar-benar cinta

Kamis, 08 Mei 2014

Merajut Benang Ukhuwah



Di tengah semangat pecah-belah yang dihembuskan orang-orang yang memusuhi Islam, ukhuwah menjadi menjadi sangat penting. Bagaimana bentuk ukhuwah dan apa saratnya?
ini syaratnyaa :)

1. Ta'aruf
Kata ta'aruf berarti saling mengenal. Misalnya ada kalimat ta'araftu ila Fulan artinya: saya memperkenalkan diri kepada si Fulan. Di sini dimaksudkan, hendaknya seorang Muslim mengenal saudaranya yang seiman, menyangkut nama, nasabnya dan status sosialnya. Di samping itu, kenalilah juga apa yang disukai dan yang tidak disukainya. Mengenal secara baik karakteristik saudara kita, akan menjadi kunci pembuka hati persaudaraan.

2. Ta'aluf
Kandungan makna Ta'aluf adalah: menyatunya seorang Muslim dengan saudaranya sesama Muslim. Bahwa semangat bersatu kepada saudara seiman dan seakidah hendaknya menjadi jiwa Muslim. Rasulullah bersabda,"Orang mukmin itu mudah disatukan. Tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak bisa menyatu dan tidak bisa mempersatukan." (HR.Imam Ahmad)

Islam adalah agama yang mudah


Islam mempunyai karakter sebagai agama yang penuh kemudahan seperti telah ditegaskan langsung oleh Allah Swt. dalam firmanNya:

وماجعل عليكم في الدين من حرج

“…dan Dia tidak menjadikan kesu
karan dalam agama atas diri kalian.”

Sementara dalam sebuah haditsnya, Nabi Saw. pun bersabda:

إن الله لم يبعثني معنتا ولامتعنتا ولكن بعثني معلما ميسرا

“Sesungguhnya Allah Swt. tidak mengutusku untuk mempersulit atau memperberat, melainkan sebagai seor
ang pengajar yang memudahkan.” (HR. Muslim, dari ‘Aisyah ra.)

Visi Islam sebagai agama yang mudah di atas termanifestasi secara total dalam setiap syari’atnya. Sampai-sampai, Imam Ibn Qayyim menyatakan, “Hakikat ajaran Islam semuanya mengandung rahmah dan hikmah. Kalau ada yang keluar dari makna rahmah menjadi kekerasan, atau keluar dari makna hikmah menjadi kesia-siaan, berarti itu bukan termasuk ajaran Islam. Kalaupun dimasukkan oleh sebagian orang, maka itu adalah kesalahkaprahan.”


Episode Memperbaharui Cinta



Sudah pukul 19.00 malam. Saatnya aku berangkat untuk mengejar pesawat ke Jakarta pukul 20.30. Traveling-bag sudah disiapkannya sejak pagi.
“Pergilah,” katanya memandang mataku. “Ini belum waktunya. Kontraksinya bukan di fundus, tetapi di bagian bawah. Mungkin … sakit biasa.”
Aku pun mengangguk berusaha yakin. Bagaimanapun ia seorang dokter. Dan, ia pun sudah aku bekali dengan alamat, no telp, dan ancar-ancar ke rumah bidan itu. Aku bahkan sudah meninggalkan pesan ke teman sekantor, jika sewaktu-waktu saat itu tiba, ia siap membantu.
Keningnya segera kucium setelah tanganku diciumnya mesra. Dan tas itu sudah kuangkat untuk kugelandang ke pintu depan. Tangannya menyuruhku pergi, tetapi kutahu matanya tidak. Ia bahkan tidak beranjak dari tempatnya karena sakit yang tak terperikan itu. Apakah ini sudah waktunya? Tanya batinku mencari kepastian. Bukankah perkiraannya masih 9-10 hari lagi?
Kulihat kini mata itu basah.
Sedetik kemudian aku putuskan, “Kayaknya lebih baik aku tak jadi pergi.” Begitulah kata-kataku meluncur dan tas kuletakkan kembali.

Selasa, 04 Maret 2014

Restui Dan Relakanlah Umi

Umi, aku tau betapa engkau mencintaiku. Aku tau betapa berat kau tanggung sembilan bulan mengandungku, merawatku, menjagaku. Aku tau, Umi.....Meskipun tidak sampai bagiku merasakan apa yg kau rasakan sejak kandunganmu makin membesar & makin berat langkah-langkahmu...Ucapan terima kasihpun tak akan sanggup mengganti apa yg telah kau lakukan untukku sejak dlm kandungan hingga kini aku beranjak dewasa..Akupun tau betapa kau menyayangi & tidak ingin sesuatu apapun terjadi padaku. Tapi, Umi.. Tapi aku bukan milikmu. Aku bukan milikmu, Umi....Aku memang anakmu, tp jiwa ragaku semuanya milik Allah. Aku hanya titipan yg diamanahkan u/ dijaga oleh Allah. Aku hanya titipan Allah, Umi..Dan layaknya sesuatu yg dititipkan, pasti suatu saat Sang Pemilik akan memintanya kembali. Pasti. Tanpa terkecuali diriku ini...Itu bila Sang Pemilik memintanya kembali, tp bagaimana jika 'titipan' itu hendak 'dipindah titipkan' atau mungkin 'dititipkan' sesuatu??...Aku ingin engkau, kita juga tentunya, siap melepas diambilnya titipan tersebut. Setelah bertahun2 menjaga & merawatnya dengan penuh cinta..Dan, Umi.. Titipan ini tak selamanya akan menjadi titipan bagimu. Titipan ini sudah akan menerima titipan lain layaknya Abah...Layaknya abah yg mendapatkan amanah u/ selalu menjaga & melindungimu sebagai suami yg bertanggungjawab & pemimpin bagi keluarganya...Aku tau betapa kau masih ingin senda gurauku mengisi hari2mu, tp aku tidak kemana2, Umi.. Akupun tidak akan pernah melupakanmu...Kerelaanmu menjadi doa bagiku, menjadi penenang hatiku menjalani semuanya. Maka relakankah, Umi.. Harus menunggu apa lagi??? Bukan aku ingin menentangmu.. Aku hanya meminta keridhoanmu agar perjalananku menanggung amanah setengah agama menjadi ringan bagiku,,..Karena ridho Allah tergantung kepada ridho orangtua dan aku tak ingin langkahku tertahan pdhl niat menjaga diri sudah kupancung tinggi2...Relakan, Umi.. Air matamu u/ menahanku mgkn bisa meluluhkanku, tp aku takut diriku tak mampu menjaga diri, maka kusegerakan u/ menjaganya..Pahamilah niatku & dengan begitu semoga Allah membukakan pikiran & hatimu u/ merelakan titipan ini memenuhi setengah agamanya. Insya Allah..Karena aku hanya ingin mnjaga amanahku u/ selalu berbakti kpd orang tua. Namun akupun tak ingin terjatuh ke lumpur maksiat. Pahamilah, Umi...Semoga Allah memberikan kita kemudahan u/ selalu menempatkan segala sesuatunya berdasarkan syariat. Termasuk mengemban setengah agama ini..Sungguh aku mencintaimu, Umi.. Maafkan aku, titipan ini sudah hendak dititipi. Maka relakanlah. Doakanlah. Restuilah.. :') ,Semoga Allah selalu menjagamu & abah dalam keberkahanNya. Semoga Allah selalu memudahkan segala urusan2 kita dalam menjalankan syariatNya.

Cangkir yang Manis

Sepasang kakek dan nenek pergi belanja di sebuah toko suvenir untuk mencari hadiah buat cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju kepada sebuah cangkir yang cantik. "Lihat cangkir itu," kata si nenek kepada suaminya. "Kau benar, inilah cangkir tercantik yang pernah aku lihat," ujar si kakek.
Saat mereka mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir yang dimaksud berbicara "Terima kasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar.
Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing. Stop ! Stop ! Aku berteriak, Tetapi orang itu berkata "belum !" lalu ia mulai menyodok dan meninjuku berulang-ulang. Stop! Stop ! teriakku lagi. Tapi orang ini masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam perapian. Panas ! Panas ! Teriakku dengan keras. Stop ! Cukup ! Teriakku lagi. Tapi orang ini berkata "belum !"
Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian itu dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. Stop ! Stop ! Aku berteriak.
Wanita itu berkata "belum !" Lalu ia memberikan aku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku lagi ke perapian yang lebih panas dari sebelumnya! Tolong ! Hentikan penyiksaan ini ! Sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku.Ia terus membakarku. Setelah puas "menyiksaku" kini aku dibiarkan dingin.
Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna tatkala kulihat diriku.

Senin, 03 Maret 2014

BERCERMIN DIRI



Sahabatku,
Dalam keseharian kehidupan ini, kita seringkali melakukan aktivitas bercermin. Tidak pernah bosan barang sekalipun padahal wajah yang kita tatap, itu-itu juga, aneh bukan?! Bahkan hampir pada setiap kesempatan yang memungkinkan, kita selalu menyempatkan diri untuk bercermin. Mengapa demikian? Sebabnya, kurang lebih karena kita ingin selalu berpenampilan baik, bahkan sempurna. Kita sangat tidak ingin berpenampilan mengecewakan, apalagi kusut dan acak-acakan tak karuan.

Hanya saja, jangan sampai terlena dan tertipu oleh topeng sendiri, sehingga kita tidak mengenal diri yang sebenarnya, terkecoh oleh penampilan luar. Oleh karena itu marilah kita jadikan saat bercermin tidak hanya topeng yang kita amat-amati, tapi yang terpenting adalah bagaimana isi dari topeng yang kita pakai ini. Yaitu diri kita sendiri.



Sahabatku,

Mulailah amati wajah kita seraya bertanya, "Apakah wajah ini yang kelak akan bercahaya bersinar indah di surga sana ataukah wajah ini yang akan hangus legam terbakar dalam bara jahannam?"

Lalu tatap mata kita, seraya bertanya, "Apakah mata ini  yang kelak dapat menatap penuh kelezatan dan kerinduan, menatap Allah yang Mahaagung, menatap keindahan surga, menatap Rasulullah, menatap para Nabi, menatap kekasih-kekasih Allah kelak? Ataukah mata ini yang akan terbeliak, melotot, menganga, terburai, meleleh ditusuk baja membara? Akankah mata terlibat maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata apa gerangan yang kau tatap selama ini?"

Lalu tataplah mulut ini, "Apakah mulut ini yang di akhir hayat nanti dapat menyebut kalimat thayibah, 'laaillaahaillallaah', ataukah akan menjadi mulut berbusa yang akan menjulur dan di akhirat akan memakan buah zakum yang getir menghanguskan dan menghancurkan setiap usus serta menjadi peminum lahar dan nanah? Saking terlalu banyaknya dusta, ghibah, dan fitnah serta orang yang terluka dengan mulut kita ini!"

"Wahai mulut apa gerangan yang kau ucapkan? Betapa banyak dusta yang engkau ucapkan. Betapa banyak hati-hati yang remuk dengan pisau kata-katamu yang mengiris tajam? Betapa banyak kata-kata yang manis semanis madu palsu yang engkau ucapkan untuk menipu beberapa orang? Betapa jarangnya engkau jujur? Betapa jarangnya engkau menyebut nama Allah dengan tulus? Betapa jarangnya engkau syahdu memohon agar Allah mengampunimu?"


Menghias hati dengan menangis



Bismillahirrahmanirrahim
"Andai kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis." (HR. Bukhari dan Muslim)
Indahnya hidup dengan celupan iman. Saat itulah terasa bahwa dunia bukan segala-galanya. Ada yang jauh lebih besar dari yang ada di depan mata. Semuanya teramat kecil dibanding dengan balasan dan siksa Allah swt.

Menyadari bahwa dosa diri tak akan terpikul di pundak orang lain
Siapa pun kita, jangan pernah berpikir bahwa dosa-dosa yang telah dilakukan akan terpikul di pundak orang lain. Siapa pun. Pemimpinkah, tokoh yang punya banyak pengikutkah, orang kayakah. Semua kebaikan dan keburukan akan kembali ke pelakunya.

Maha Benar Allah dengan firman-Nya dalam surah Al-An'am ayat 164. "...Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan."
Lalu, pernahkah kita menghitung-hitung dosa yang telah kita lakukan. Seberapa banyak dan besar dosa-dosa itu. Jangan-jangan, hitungannya tak beda dengan jumlah nikmat Allah yang kita terima. Atau bahkan, jauh lebih banyak lagi.
Masihkah kita merasa aman dengan mutu diri seperti itu. Belumkah tersadar kalau tak seorang pun mampu menjamin bahwa esok kita belum berpisah dengan dunia. Belumkah tersadar kalau tak seorang pun bisa yakin bahwa esok ia masih bisa beramal. Belumkah tersadar kalau kelak masing-masing kita sibuk mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan.
Menyadari bahwa diri teramat hina di hadapan Yang Maha Agung
Di antara keindahan iman adalah anugerah pemahaman bahwa kita begitu hina di hadapan Allah swt. Saat itulah, seorang hamba menemukan jati diri yang sebenarnya. Ia datang ke dunia ini tanpa membawa apa-apa. Dan akan kembali dengan selembar kain putih. Itu pun karena jasa baik orang lain.

Apa yang kita dapatkan pun tak lebih dari anugerah Allah yang tersalur lewat lingkungan. Kita pandai karena orang tua menyekolah kita. Seperi itulah sunnatullah yang menjadi kelaziman bagi setiap orang tua. Kekayaan yang kita peroleh bisa berasal dari warisan orang tua atau karena berkah lingkungan yang lagi-lagi Allah titipkan buat kita. Kita begitu faqir di hadapan Allah swt.
Seperti itulah Allah nyatakan dalam surah Faathir ayat 15 sampai 17, "Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah."
Menyadari bahwa surga tak akan termasuki hanya dengan amal yang sedikit
Mungkin, pernah terangan-angan dalam benak kita bahwa sudah menjadi kemestian kalau Allah
swt. akan memasukkan kita kedalam surga. Pikiran itu mengalir lantaran merasa diri telah begitu banyak beramal. Siang malam, tak henti-hentinya kita menunaikan ibadah. "Pasti, pasti saya akan masuk surga," begitulah keyakinan diri itu muncul karena melihat amal diri sudah lebih dari cukup.
Namun, ketika perbandingan nilai dilayangkan jauh ke generasi sahabat Rasul, kita akan melihat pemandangan lain. Bahwa, para generasi sekaliber sahabat pun tidak pernah aman kalau mereka pasti masuk surga. Dan seperti itulah dasar pijakan mereka ketika ada order-order baru yang diperintahkan Rasulullah.
Begitulah ketika turun perintah hijrah. Mereka menatap segala bayang-bayang suram soal sanak keluarga yang ditinggal, harta yang pasti akan disita, dengan satu harapan: Allah pasti akan memberikan balasan yang terbaik. Dan itu adalah pilihan yang tak boleh disia-siakan. Begitu pun ketika secara tidak disengaja, Allah mempertemukan mereka dengan pasukan yang tiga kali lebih banyak dalam daerah yang bernama Badar. Dan taruhan saat itu bukan hal sepele: nyawa. Lagi-lagi, semua itu mereka tempuh demi menyongsong investasi besar, meraih surga.
Begitulah Allah menggambarkan mereka dalam surah Albaqarah ayat 214. "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?' Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat."
Menyadari bahwa azab Allah teramat pedih
Apa yang bisa kita bayangkan ketika suatu ketika semua manusia berkumpul dalam tempat luas yang tak seorang pun punya hak istimewa kecuali dengan izin Allah. Jangankan hak istimewa, pakaian pun tak ada. Yang jelas dalam benak manusia saat itu cuma pada dua pilihan: surga atau neraka. Di dua tempat itulah pilihan akhir nasib seorang anak manusia.
يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ (34) وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ (35) وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ (36) لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ (37)
"Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya." (QS. 80: 34-37)
Mulailah bayang-bayang pedihnya siksa neraka tergambar jelas. Kematian di dunia cuma sekali. Sementara, di neraka orang tidak pernah mati. Selamanya merasakan pedihnya siksa. Terus, dan selamanya.
Seperti apa siksa neraka, Rasulullah saw. pernah menggambarkan sebuah contoh siksa yang paling ringan. "Sesungguhnya seringan-ringan siksa penghuni neraka pada hari kiamat ialah seseorang yang di bawah kedua tumitnya diletakkan dua bara api yang dapat mendidihkan otaknya. Sedangkan ia berpendapat bahwa tidak ada seorang pun yang lebih berat siksaannya daripada itu, padahal itu adalah siksaan yang paling ringan bagi penghuni neraka." (HR. Bukhari dan Muslim)
Belum saatnyakah kita menangis di hadapan Allah. Atau jangan-jangan, hati kita sudah teramat keras untuk tersentuh dengan kekuasaan Allah yang teramat jelas di hadapan kita. Imam Ghazali pernah memberi nasihat, jika seorang hamba Allah tidak lagi mudah menangis karena takut dengan kekuasaan Allah, justru menangislah karena ketidakmampuan itu.



                                                                                                         By : @Lunazsafi

Cinta Because Allah

Bismillahirrahmanirrahim,
Bukanlah tentang bagaimana kalian saling memandang, namun bagaimana tentang kalian
melihat ke arah yang sama, dan berjalan ke arah yang sama. Kalian sadar bahwa kalian tidak akan mampu menghadapi perjalanan tersebut sendirian melainkan kau butuh seseorang untuk berjalan disisimu, yang saling membantu, saling meringankan, dan saling mengarahkan dalam perjalanan menggapai Ridha-Nya. Cinta karena Allah tidaklah selalu membutuhkan beragam kesamaan diantara kalian. Namun yang terpenting adalah kesamaan prinsip dan tujuan, yaitu menggapai ridha AllahSubhanahu wa ta'ala dalam dirimu Cinta Karena Allah tidak akan membuatmu berpikir sempit, justru kau akan berpikir lebih jauh ke depan, lebih matang, lebih dewasa, dan ke arah yang lebih serius…!! Kau tidak akan berpikir dan membayangkan apabila kalian sudah pacaran, namun kau sudah berpikir ke arah pernikahan. Karena kau sadar bahwa ia jauh lebih kokoh, suci, berarti dan bermakna di hadapan Allah daripada sekedar pacaran. Cinta itu tumbuh secara tak terduga. Terkadang kau berpikir bahwa kau LEBIH BAIK mencintai orang yang kau SUKA.Namun ketika HATImu PATAH kau seolah tak akan mampu dan tak sanggup berbuat apa-apa. (sempit sekali pikiranmu) Jika kau sudah terlanjur "Patah" Biarlah perlahan-lahan hatimu tenang bersama waktu, bersama dengan masa yang akan menghapusnya dari pikiranmu. Dan jangan ulangi kesalahanmu
Namun ketika HATImu membenarkan CINTA PALSU, kau justru akan dibuat kebingungan karenanya. Kau harus berpikir ulang sebelum kau benar-benar masuk dalam jurang Zina yang HINA dengan mengatakan dialah cintaku yang sebenarnya dan kau menghalalkan sendiri dengan label "PACARAN" untuk saling mengenal NAUDZUBILLAH MINDZALIK Cinta karena Allah adalah ketika kau mengerti, tak hanya kelebihan dari orang itu yang kau lihat, namun juga MEMAHAMI dan MENERIMA kekurangan- kekurangan yang dimilikinya. Sungguh pun kau baru boleh mengatakan bahwa "aku mencintainya" setelah kau benar-benar HALAL dalam ikatan suci Pernikahan Cinta karena Allah itu bukan penilaian pada penampilan dan kecantikan. Adakalanya kau akan lebih mencintai sebongkah Arang Hitam daripada sebutir intan yang berkilauan. Karena sesungguhnya kau sadar bahwa kau membutuhkan sebuah kehangatan yang mampu mengusir rasa dingin dari jiwamu. Lebih daripada sekedar keindahan yang ternyata membuatmu
HANCUR Cinta karena Allah itu TIDAK akan tumbuh dari kecantikan / ketampanan seseorang. Namun KECANTIKAN / KETAMPANAN seseorang justru akan tampak ketika kau mencintaiNya.
Adalah bagaimana kau bisa mencintainya karena akhlak dan agamanya, bukan pada rupa, harta, ataupun nasabnya. Karena dengan inilah kau bisa menepis kefakiran, kehinaan, ketidak bahagiaaan,
dan kemudian menggantinya dengan kemuliaan yang diridhoi oleh Allah Subhanahu wa ta'ala
Cinta karena Allah akan membuatmu merasa tidak perlu memiliki meskipun dalam hatimu kau sangat ingin.Cinta karena Allah tidak akan menggiringmu pada jurang kemaksiatan. Cinta karena Allah menjadikan kau mampu melihat kekurangan-kekurangan dirimu untuk kemudian memperbaikinya.
Dan setelah kau Pantas. InsyaAllah jodohmu akan datang dari arah mana saja, dari arah yang tidak
disangka-sangka. Aamiin....

ShareThis